Jumat, 24 Desember 2010

Jumat, 24 Desember 2010

KEUTAMAAN PUASA
Sufyan ats-Tsauri ra. bercerita, “Aku tinggal di Makkah selama tiga
tahun. Di antara para penduduknya adalah seorang lelaki yang selalu datang
ke masjid pada waktu terik matahari. Dia thawaf dan shalat dua rakaat
kemudian menyalamiku, lalu pulang kerumahnya. Begitulah setiap hari
sehingga timbullah rasa sayang dan persahabatan di antara kami, dan aku
selalu mengunjunginya. Pada suatu hari ia sakit kemudian memanggilku dan
berkatam, “Apabila aku mati nanti, hendaklah kamu sendiri yang
memandikan aku, shalatilah, lalu kuburkanlah aku, dan jangan kamu
tinggalkan aku sendirian di kuburan pada malam itu. Talqinkanlah aku
dengan kalimat tauhid ketika malaikat Munkar dan Nakir menanyaiku!” Aku
pun menyanggupinya. Ketika lelaki tadi meninggal dunia aku melaksanakan
semua yang diperintahkannya padaku, dan malam itu aku bermalam di
samping kuburnya. Beberapa saat kemudian, antara sadar dan tidak, aku
mendengar suara dari atasku berkata, “Wahai Sufyan, orang tersebut tidak
butuh penjagaanmu, talkinmu, dan pelipur lara darimu, karena aku telah
mentalqinkannya dan memberinya kesenangan. Aku bertanya, “Dengan
apa?” “Dengan puasanya di bulan Ramadhan dan diikuti enam hari pada
bulan Syawal,” jawab suara tadi. Tiba-tiba aku terjaga, dan ternyata tidak ada
seorang pun yang aku lihat. Kemudian aku berwudhu, shalat, dan terus tidur.
Dalam tidurku aku bermimpi lagi seperti yang pertama. Demikian sampai
tiga kali. Maka fahamlah aku bahwa suara itu dari Tuhan bukan dari syetan,
lalu aku pulang dari kuburnya dan berdoa, “Ya Allah, dengan anugerah dan
kemulyaan-Mu, berilah aku taufiq agar dapat berpuasa seperti puasa orang
itu! Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar