Jumat, 24 Desember 2010

Jumat, 24 Desember 2010

KEMULYAAN SYAHID
Suatu ketika Harun al-Rasyid bertanya pada Muhammad al-Batthal (sang
pemberani) tentang keadilan yang menakjubkan di negeri Romawi.
Muhammad pun bercerita, “Pada suatu hari ketika dalam suasana hiruk
pikuknya kekacauan Romawi, saya berjalan seorang diri, mengenakan topi
baja sambil menundukkan wajah. Tiba-tiba saya mendengar derap suara kaki
kuda dari arah belakang, saya pun menoleh ternyata ada seorang penunggang
kuda yang menyandang pedang dan tombak mendekati saya dan
mengucapkan salam, saya pun menjawab salamnya. Orang itu bertanya
“Apakah anda mengenal seorang lelaki yang bernama al-Batthal?” Saya
menjawab, “Sayalah al-Batthal.” Kemudian ia turun dari kudanya dan
merangkul serta mencium kaki saya. Saya heran dan bertanya padanya,
“Mengapa engkau lakukan ini?” Ia menjawab, “Saya datang untuk melayani
engkau.” Saya pun berdo’a untuknya. Ketika kami dalam keadaan seperti itu,
tiba-tiba datanglah empat orang penunggang kuda, lelaki tadi berkata padaku,
“Izinkan aku pergi untuk menghadapi empat penunggang kuda tersebut!”
“Silakan, aku izinkan,” jawabku. Untuk beberapa waktu lelaki tadi bertarung
dengan keempat penunggang kuda tadi, dan akhirnya ia pun tewas sebagai
syahid. Kemudian keempat penunggang kuda itupun mendatangi dan
menangkap saya. Saya katakan pada mereka, “Jika kalian semua memang
jantan dan ingin bertarung denganku, berilah aku kesempatan untuk
menggunakan pedang dan kuda sahabatku!” “Ambillah jika kamu
menginginkanya,” jawab mereka. Saya pun mengambil pedang dan kuda
sahabatku. Saya berkata lagi, “Kalian beremapt sementara aku sendirian, ini
tidak adil, maka supaya adil, majulah salah satu di antara kalian!” Kemudian
salah satu di antara mereka maju, lalu bertarung denganku dan saya pun
berhasil membunuhnya. Kemudian maju yang kedua dan ketiga, dan kali ini
pun saya berhasil membunuhnya. Kemudian majulah yang keempat, lalu
kami bertarung beberapa lama hingga tombak saya juga tombaknya hancur.
Lalu kami pun turun dari kuda kami, saya segera mengambil pedang dan
perisai saya, begitu pula dia. Kami pun bertarung lagi sampai pedang dan
perisai kami hancur, namun tetap tidak ada yang menang. Lalu kami
bertarung dengan tangan kosong, saling memukul sampai matahari terbenam,
dan tetap tidak ada yang menang. Saya pun berseru, “Hai prajurit! Hari ini
aku telah kehabisan waktu shalat dalam agamaku.” “Aku pun sama,”
jawabnya. Ternyata dia seorang uskup. Saya katakana padanya, “Maukah
kamu hentikan pertarungan agar kita dapat menunaikan ibadah kita yang
telah lewat. Setelah itu kita beristirahat malam ini, dan besok pagi kita
lanjutkan pertarungan?” Dia pun setuju dengan permintaan saya, kemudian
saya pun mentauhidkan Allah dan mengqadha shalatku, dan dia juga
demikian. Ketika hendak tidur dia berkata, “Kalian bangsa Arab adalah
orang-orang yang licik, aku memiliki dua bel pada telingaku, gantungkanlah
salah satu bel ini pada telingamu, dan letakan kepalamu di dekatku, jika
kamu bergerak maka bel itu akan bersuara!” Aku pun bangun dan menyahut,
“Silakan lakukan!” Semalaman kami dalam keadaan demikian, ketika shubuh
tiba, saya pun shalat subuh. Setelah itu kami pun bertarung lagi, sampai
akhirnya saya berhasil duduk di atas dadanya, dan ketika saya hendak
menusuknya dengan pedang, dia berkata, “Ampunilah saya untuk kali ini!”
“Baiklah,” jawabku. Kami pun bertarung lagi sampai akhirnya ketika saya
terpeleset dia berhasil menduduki dada saya dan hendak menghunjamkan
pedangnya padaku, saya pun berkata, “Aku telah mengampunimu satu kali,
apakah kamu tidak mau mengampuniku?” “Baiklah” jawabnya. Kami pun
bertarung kembali untuk yang ketiga kalinya, dan kali ini dada saya serasa
pecah sampai akhirnya ia berhasil menguasaiku dan duduk di atas dadaku.
Maka saya berkata, “Masing-masing kita telah menang satu kali, kali ini
kamu unggul.” Maka dia pun melepaskan saya. Lalu kami bertarung lagi
untuk yang keempat kalinya, tiba-tiba dia berkata, “Sekarang aku tahu
mengapa kamu dijuluki al-Batthal (sang pemberani), aku akan membunuhmu
agar Romawi tenang dari ancamanmu.” Aku menyahut, “Tidak demikian jika
Tuhanku menghendaki!” “Kalau begitu mintalah pada Tuhanmu agar
menghalangiku membunuhmu serta mengangkat pisau ini dari lehermu!”
Tiba-tiba sahabat saya yang tadi telah terbunuh itu bangkit, ia mengangkat
pedang dan menebaskanya ke leher uskup tadi. Lalu sahabatku membaca
ayat al-Quran yang artinya: “Dan jangan kamu menyangka bahwa orang
yang terbunuh karena menegakkan agama Allah itu telah mati, akan tetapi
mereka itu hidup di sisi Allah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar