Jumat, 24 Desember 2010

Jumat, 24 Desember 2010

KEUTAMAAN PUASA TANGGAL 10 DZUL HIJJAH
Abi Yusuf Ya’kub bin Yusuf bercerita, “Dahulu aku memiliki seorang
kawan yang takwa dan wara’, hanya saja dia memperlihatkan dirinya di
hadapan manusia sebagai orang fasik dan penuh dosa. Ia mengenakan
pakaian seperti pakaianya orang fasiq. Dia berthawaf di ka’bah bersamaku
sejak sepuluh tahun, ia berpuasa seperti puasanya Nabi Daud as., yakni
sehari puasa sehari tidak, sedang aku berpuasa terus-menerus. Suatu ketika
dia berkata padaku, “Kamu tidak akan mendapat pahala puasamu hari ini
karena kamu telah membiasakan berpuasa terus-menerus.” Ketika itu ia
sedang melaksanakan puasa tanggal sepuluh Dzulhijjah, dan pada saat itu dia
tinggal di dalam hutan. Kemudian suatu ketika dia dan aku memasuki kota
Thurthus dan tinggal di sana untuk beberapa saat. Beberapa lama kemudian
ia meninggal dunia. Sementara tempat tinggal kami adalah desa yang sepi
hingga tidak ada seorang pun pada saat itu. Lalu aku pun keluar dari desa itu
untuk mencari kafan dan perlengkapan lainya. Ketika aku sampai di
keramaian, ternyata semua orang sedang membicarakan kematiannya.
Mereka pun mendatangi dan menyalati jenazahnya. Mereka berkata, “Telah
meninggal dunia seseorang zahid, ahli ibadah, dan salah seorang wali Allah.”
Aku pun kemudian membeli kafan dan wewangian. Ketika aku kembali ke
tempat semula, aku tidak dapat sampai pada jenazahnya karena begitu
banyaknya orang yang melayat. Aku pun bergumam, “Maha Suci Allah,
siapakah orang yang memberitahukan kematian orang ini sehingga orangorang
datang melayat, menyalati, dan menangisi kepergiannya?” Setelah
berusaha dengan susah payah, akhirnya aku sampai pada tempat jenazah
sahabatku itu, dan mendapati sebuah kafan yang tiada duanya. Pada kain
kafan itu tertulis, “Ini adalah balasan bagi orang yang mengutamakan
keridhaan Allah daripada kesenangan dirinya sendiri, dan senang berjumpa
dengan-Ku, maka Aku pun senang berjumpa dengannya.” Lalu kami
menyalati dan menguburkanya di pemakaman orang Islam. Malam harinya,
karena sangat lelah, rasa kantuk menyerangku kemudian aku tertidur. Dalam
tidur aku bermimpi melihat dia naik kuda berwarna hijau, mengenakan
pakaian berwarna hijau, dan membawa bendera berwarna hijau pula. Di
belakangnya tampak ada seorang pemuda tampan lagi harum, di belakang
pemuda tadi ada dua orang kakek, di belakang kakek ada seorang pemuda
dan seorang kakek lagi. Aku bertanya padanya, “Siapakah mereka yang
mengiringimu?” Dia menjelaskan, “Seorang pemuda adalah Nabi kita,
Muhammad saw., dua orang kakek itu adalah Abu Bakar dan Umar,
sedangkan yang di belakangnya lagi adalah Utsman dan Ali, dan aku adalah
pembawa bendera mereka.” Aku bertanya, “Akan kemana mereka?”
Jawabnya, “Mereka akan menziarahiku.” Aku bertanya lagi, “Karena apa
kamu meraih kemuliaan seperti ini?” Dia menjawab, “Disebabkan aku lebih
mengutamakan keridhaan Allah daripada kesenanganku yakni melaksanakan
puasa pada tanggal sepuluh Dzulhijjah.” Kemudian aku terbangun, dan
semenjak itu aku tidak pernah meninggalkan puasa tanggal sepuluh Dzul
Hijjah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar