Jumat, 24 Desember 2010

Jumat, 24 Desember 2010

MENGGANTUNGKAN HARAPAN HANYA PADA ALLAH
Pada zaman Bani Israil ada dua orang bersaudara, yang satu mukmin
(muslim) dan yang satunya lagi kafir, keduanya bekerja sebagai nelayan.
Sebelum melempar jaringnya si kafir bersujud dahulu kepada berhala, setelah
itu baru melemparnya ke laut. Sebentar kemudian, jaring-jaring itu pun
penuh dengan ikan, bahkan hampir-hampir ia tidak kuat mengangkatnya.
Sementara si mukmin juga melemparkan jaringnya, ketika jaring diangkat ia
hanya mendapatkan seekor ikan, akan tetapi ia tetap memuji, bersyukur dan
bersabar kepada takdir Allah. Suatu hari istri si mukmin naik ke atas loteng,
tiba-tiba ia melihat istri saudara suaminya yang kafir tadi mengenakan
perhiasan yang indah, maka hatinya digoda dan dikuasai syetan. Berkatalah
istri si kafir, “Bilang pada suamimu agar menyembah tuhan suamiku, supaya
kamu bisa mengenakan perhiasan yang indah seperti aku!” Lalu istri si
mukmin turun dalam keadaan gundah. Kemudian suaminya datang, dan ia
mendapati istrinya dalam keadaan berubah raut wajahnya, lalu ia bertanya,
“Apa yang telah terjadi padamu?” Istrinya menjawab, “Pilih salah satu,
engkau ceraikan aku, atau sembahlah tuhan yang disembah saudaramu!” Si
suami menjawab kaget, “Maasyaa Allah! Apakah kamu tidak takut kepada
Allah, apakah kamu akan kufur setelah beriman?” Istrinya menyahut,
“Jangan terlalu banyak menasehatiku! Tidakkah kamu lihat, aku tidak
memiliki apa-apa, sementara orang lain menggunakan perhiasan yang
mahal.” Ketika si mukmin melihat kesungguhan istrinya, ia pun berkata,
“Janganlah kamu mengeluh! Insya Allah besok aku akan bekerja pada
seseorang yang setiap hari akan menggajiku dua dirham. Lalu aku akan
memberikanya padamu, supaya kamu bisa berhias diri.” Si istri pun setuju.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia sudah pergi ke tempat berkumpul para
pekerja dan duduk di antara mereka, tetapi sampai sore hari tidak ada seorang
pun yang menyewanya. Ketika ia putus harapan dari orang yang
mempekerjakanya, maka ia berjalan menuju pantai dan beribadah sampai
malam, kemudian ia pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, istrinya
bertanya, “Dari mana saja kamu?” Suaminya, “Aku dari seorang majikan, dia
berjanji untuk mempekerjakanku selama tiga hari.” Istrinya bertanya lagi,
“Berapa gaji yang diberikan padamu?” Suaminya menjawab, “Majikanku itu
dermawan, hartanya tak terhitung, hanya saja dia berjanji kalau aku mau
bekerja padanya tiga puluh satu hari maka ia akan memberikan apa yang aku
inginkan.” Istrinya menerima. Kemudian setiap hari si suami tadi mendatangi
pantai dan beribadah di sana, sampai pada hari yang ketiga puluh istrinya
berkata, “Jika sampai besok kamu tidak mendapatkan apa-apa, maka
ceraikan aku!” Esok paginya sang suami pergi lagi karena takut ancaman
istrinya. Lalu ia bertemu seorang Yahudi dan bertanya, “Apakah kamu mau
bekerja?” “Ya,” jawabnya. Yahudi mensyaratkan agar orang tadi tidak
makan ketika bekerja padanya. Maka ia pun berpuasa pada hari itu.
Kemudian Allah memberikan wahyu pada Jibril agar Jibril membawa baki
cahaya yang berisi dua puluh sembilan dirham untuk diberikan pada istri
orang yang beriman tadi, “Berikanlah uang ini dan berkatalah padanya
bahwa engkau adalah pesuruh raja, dan raja berpesan padamu, ‘Selama ini
suamimu bekerja pada-Ku dan Aku tidak pernah meninggalkanya sampai
suamimu meninggalkan Aku, dan bekerja pada orang Yahudi. Jadi
pengurangan ini adalah sanksi karena suamimu telah mengikuti si Yahudi.
Andaikan suamimu tetap bekerja pada-Ku niscaya Aku akan menambahnya.”
Kemudian perempuan tersebut mengambil satu butir dinar dan pergi kepasar,
ia pun menukarkan dinar tersebut dengan seribu dirham karena pada mata
uang tersebut terdapat tulisan: Laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariika
lah. Ketika sang suami pulang ke rumahnya, berkatalah istrinya, “Dari mana
saja kamu?” “Aku bekerja pada seorang Yahudi,” jawab suaminya. Si istri
berkata lagi, “Hai orang miskin! Bagaimana bisa kamu meninggalkan
pelayanan terhadap majikan (raja) yang dermawan, lalu berpindah melayani
yang lain?” Sang istri pun menceritakan semua kejadianya, sehingga
menangislah ia sampai pingsan. Ketika tersadar ia berkata pada istrinya,
“Aku telah melayani si Yahudi dan melupakan hak-hak Sang Majikan yang
Dermawan.” Lalu ia menceraikan istrinya dan pergi ke puncak gunung untuk
beribadah di sana sampai mati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar