Jumat, 24 Desember 2010

Jumat, 24 Desember 2010

MENJERNIHKAN MATA HATI DAN TAWAKKAL KEPADA ALLAH SWT
Diceritakan pada zaman Malik bin Dinar, ada dua orang bersaudara
yang beragama Majusi dan menyembah api. Suatu ketika berkatalah sang
adik pada kakaknya, “Wahai kakakku, kamu telah menyembah api ini selama
tujuh puluh tahun dan aku telah menyembahnya selama tiga puluh lima
tahun. Sekarang kemarilah! Kita akan lihat apakah api ini membakar kita
seperti halnya membakar terhadap orang lain yang tidak menyembahnya?
Apabila api ini tidak membakar kita, maka kita akan terus menyembahnya
dan bila masih membakar kita, maka kita tidak akan lagi menyembahnya.”
Maka mereka menyalakan api, lalu berkatalah sang adik pada kakaknya,
“Kamu lebih dulu atau aku yang menyentuh api?” “Kamu duluan”, kata
kakaknya. Lalu sang adik memasukan tanganya ke dalam api dan terbakarlah
tanganya, dan seketika menariknya dari kobaran api, sambil berkata, “Aduh!
Hai api aku telah menyembahmu selama bertahun-tahun dan kamu masih
juga menyakitiku.”
Lalu ia berkata pada kakaknya, “Saudaraku, marilah kita menyembah
Tuhan yang walaupun kita telah melakukan dosa dan telah meninggalkannya
selama lima ratus tahun, namun Dia akan mengampuni kita dengan ibadah
sesaat dan istighfar sekali saja.” Kakaknya pun setuju. Adiknya berkata lagi,
“Kita harus pergi mencari orang yang bisa menunjukan kita pada jalan yang
lurus.” Maka keduanya sepakat untuk menemui Malik bin Dinar. Lalu
keduanya pergi menemui Malik bin Dinar, dan keduanya mendapati Malik
bin Dinar di suatu perkumpulan di kota Bashrah sedang memberi pengajian.
Ketika keduanya melihat Malik bin Dinar, berkatalah sang kakak, “Aku tidak
akan masuk Islam, telah lama aku menyembah api, apabila aku masuk Islam,
maka keluargaku akan mencela dan menghinaku. Api lebih aku sukai
daripada aku dicela dan dihina oleh keluargaku.” Sang adik menjawab,
“Jangan kamu lakukan itu! Karena celaan akan hilang dalam beberapa saat,
dan sesungguhnya neraka itu selamanya.” Kakaknya sudah tidak mau
mendengar lagi. “Terserah apa maumu, wahai orang yang celaka”, lanjut
sang adik. Lalu sang adik pun mendatangi Malik bin Dinar bersama anak dan
istrinya, dan segera duduk di samping Malik bin Dinar sampai dia
menyelesaikan pengajianya. Usai pengajian, berdirilah orang majusi tadi
sambil menceritakan kisahnya serta memohon pada Malik bin Dinar agar
mau menjelaskan tentang Islam padanya, istrinya dan anaknya. Malik bin
Dinar pun menerangkan tentang Islam padanya dan kelurganya. Setelah itu
mereka bermaksud pulang. Tiab-tiba Malik bin Dinar berkata, “Tunggulah
sebentar! Aku akan mengumpulkan sesuatu untuk kalian dari sahabat
sahabatku.” “Aku tidak menginginkan apapun”, jawab si. Majusi dan segera
pergi. Kemudian masuk ke sebuah rumah kosong, dan mereka tinggal di
rumah tersebut. Ketika pagi hari menjelang, berkatalah istrinya, “Pergilah ke
pasar, cari pekerjaan, lalu dengan upah yang kau dapatkan, belilah sesuatu
untuk kita makan!” Berangkatlah suaminya ke pasar untuk mencari
pekerjaan, tetapi tak seorang pun yang mempekerjakanya. Berkatalah ia
dalam hatinya, “Hari ini bekerja untuk Allah.” Kemudian ia pergi ke suatu
tempat, lalu shalat di tempat itu sampai maghrib. Setelah itu ia pun pulang ke
rumah dengan tangan hampa. Istrinya bertanya, “Apakah kamu tidak
membawa sesuatu?” Ia menjawab, “Hari ini aku sudah bekerja pada sang
majikan, namun dia belum memberiku upah. Besok aku akan memberikanya
padamu.” Maka semalaman ia dan keluarganya tidur dalam keadaan lapar.
Pagi harinya ia berangkat lagi ke pasar, namun kali ini pun tidak
mendapatkan pekerjaan, lalu ia melakukan hal yang sama seperti kemarin.
Kemudian pulang dengan tangan hampa. Ia berkata pada istrinya,
“Majikanku berjanji akan memberikan upahnya besok hari Jum’at.” Maka
pada hari Jum’at pagi ia berangkat lagi ke pasar, sedang ia pun tidak
mendapat pekerjaan seperti kemarin. Ketika siang hari menjelang ia
mengerjakan shalat dua rakaat lalu mengangkat tangannya ke arah langit
sambil berdoa, “Tuhan! Tuhan telah memulyakan saya dengan masuk Islam
dan memakaikan untukku mahkota hidayah. Demi kemulyaan Islam dan demi
kemuliaan hari Jum’at yang diberkahi, hilangkanlah beban dari hatiku
karena mencari nafkah untuk keluargaku! Aku malu dan khawatir apabila
perangai mereka berubah karena baru saja masuk Islam.” Ketika waktu
Zhuhur menjelang, berangkatlah ia ke masjid jami untuk melaksanakan
shalat Jum’at, sementara keluarganya merasakan lapar yang amat sangat.
Saat itu datanglah seseorang ke rumahnya dan mengetuk pintu rumahnya,
istrinya keluar membukakan pintu, lalu di dapatinya seorang pemuda tampan.
Pemuda tersebut membawa sebuah nampan yang terbuat dari emas dan talam
tersebut di tutupi dengan sapu tangan yang terbuat dari emas juga, pemuda
tersebut berkata, “Ambillah ini! Dan katakanlah pada suamimu, ‘Ini adalah
ongkos pekerjaanmu selama dua hari bila ia semakin giat bekerja, maka kami
akan menambahnya’.” Maka si istri mengambil nampan tersebut, ternyata di
dalamnya ada seribu dinar uang kepingan. Perempuan tersebut mengambil
satu keeping untuk dibawa pada penukaran uang. Penukar mata uang tersebut
adalah orang Nasrani, lalu ia menimbang dinar tersebut, satu dinar tersebut
melebihi dua mitsqal, lalu penjual mata uang itu melihat gambar uang dinar
itu, mengetahui bahwa dinar tersebut merupakan hadiah dari akhirat.
Bertanyalah ia pada perempuan itu, “Dari mana asalmu dan dari mana kamu
dapatkan uang ini?” Si istir pun lalu menceritkan kisah yang ia alami
bersama suaminya. Lalu penjual mata uang tadi berkata, “Terangkan tentang
agama Islam padaku, aku juga akan masuk Islam!” Lalu ia memberikan pada
perempuan tersebut seribu dirham dan berkata, “Belanjakanlah uang ini
apabila sudah habis, datanglah kemari lagi!” Perempuan tersebut lalu
mengambil uangnya dan membeli makanan yang enak-enak.
Adapun suaminya, ketika telah selesai shalat Maghrib dan hendak pulang
ke rumah dengan tangan hampa, maka ia shalat dua dua rakaat setelah itu ia
mengisi kantungnya dengan debu dan berkata di dalam hatinya, “Apabila
istriku nanti bertanya, maka aku akan menjawab, ‘ini adalah tepung’.” Maka
ia pulang kerumahnya. Ketika telah sampai di rumah, ia mendapati rumahnya
sudah diberi alas permadani dan makanan yang tersaji, ia -meletakkan
kantungnya di dekat pintu supaya istrinya tidak tahu, ia pun bertanya pada
istrinya tentang keadaan yang ia lihat. Si istri lalu menceritakan kedatangan
pemuda tampan tersebut, maka bersujudlah ia karena syukur pada Allah. Si
istri pun bertanya tentang apa yang dibawa suaminya, namun ia hanya
menjawab, “Jangan kamu tanyakan itu.” Kemudian ia mengambil kantung
tersebut untuk membuang isinya, ketika ia membuka kantung tersebut
ternyata debu tersebut telah berubah menjadi tepung, maka sujudlah lagi ia
karena bersyukur pada Allah atas anugerahnya, dan ia pun selalu beribadah
kepada Allah sampai akhir hayatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar